Jumat, 22 Mei 2009

Cikotok : Kota Emas di Tapal Batas

Cikotok, nama itu mungkin tidak asing lagi di telinga banyak orang karena semasa sekolah dulu nama Cikotok selalu tercantum dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai tambang emas terbesar yang ketika itu masih bagian dari Jawa Barat.
Tapi coba tanyakan dimana letak Cikotok itu sesungguhnya, mungkin tidak semua orang tahu sekalipun diminta menunjukkannya di peta, alias kenal nama tapi ga kenal muka. Jumlah itu kan lebih sedikit lagi bila ditanya pernahkah anda ke sana?

Tidak dapat disalahkan bila hanya segelintir orang yang mengetahui dimana letak tambang emas Cikotok, terlebih ingin
berkunjung kesana, kecuali hanya orang-orang tertentu saja seperti peneliti atau mahasiswa jurusan tambang atau pun pekerja tambang itu sendiri. Cikotok memang bukan destinasi yang populer untuk berwisata. Pasalnya untuk sampai kesana, harus menempuh jarak sekitar 136 km dengan waktu tempuh antara 3-4 jam dari Kota Serang. Sebuah perjalanan yang sudah membuat capek deh duluan. Tapi jangan salah, segala kejenuhan dan kepenatan akan pupus seketika, coba lihat sepanjang jalan yang dilalui menuju Cikotok ini menjanjikan pemandangan alam yang luar biasa. Apalagi setelah melewati wilayah Kecamatan Malingping dan memasuki wilayah Kecamatan Cihara, mata kita akan disuguhi pemandangan pasir putih dan deburan besar ombak Samudera Hindia yang terhampar di sisi kanan jalan. Bila ingin menikmati lebih dekat suasana ”almost paradise” ini anda bisa menepikan sejenak kendaraan di sebuah dataran yang agak tinggi di daerah Cihara, dari sini sejauh mata memandang hanyalah hamparan samudera biru luas bak permadani yang tepiannya nun jauh disana bertemu dengan batas cakrawala langit.

Sejarah Penambangan
Lepas dari kehangatan pantai Cihara, menyusuri daerah Panggarangan terus melintasi Bayah, perjalanan mulai menapaki daerah perbukitan dengan jalan mendaki dan berliku. Tidak sampai satu jam sampailah kita di Cikotok, sebuah wilayah di Banten Selatan yang mulai dikenal sejak diketemukan adanya indikasi endapan emas pada tahun 1839 oleh pemerintah Hindia Belanda. Persiapan pembukaan tambang emas di Cikotok sendiri baru dimulai pada tahun 1936-1939. Pada tahun 1939 dibangun pabrik pengolahan emas di Pasir Gombong oleh perusahaan swasta Belanda NV. Mijnbouw Maatschappy Zuid Bantam (NV. MMZB). Pada tahun yang sama tambang emas Cikotok dan Cipicung dibuka secara resmi. Produksi tambang terhenti antara tahun 1942-1945 karena pecahnya Perang Dunia kedua dan masa pendudukan Jepang. Jepang mengambil alih tambang emas Cikotok dengan menunjuk perusahaan Jepang bernama Mitsui Kosha Kabushiki Kaisha dengan tujuan mengambil bijih timah hitam dari Cirotan untuk keperluan perang. Semasa kemerdekaan antara tahun 1945 hingga tahun 1948, tambang emas Cikotok dikuasai oleh pemerintah RI dibawah Jawatan Pertambangan Pusat Republik Indonesia. Ketika clash ke dua dengan Belanda, tanggal 23 Desember 1948, tambang Cikotok kembali dikuasai oleh Belanda sampai pengakuan kedaulatan pada tahun 1949. Karena keadaan tambang yang rusak berat selama pendudukan Jepang, dan biaya untuk merehabilitasi kembali membutuhkan biaya yang sangat besar maka pada tahun 1950 pertambangan Cikotok dijual oleh NV. MMZB kepada N.V. Perusahaan Pembangunan Pertambangan (N.V. P3). Selama kurun waktu 1954 hingga 1957 N.V. P3 melakukan rehabilitasi tambang dan pabrik sehingga sejak 1957 pertambangan mulai beroperasi lagi dengan pusat pertambangan di Cikotok dan Cirotan. Tahun 1991 ditemukan deposit emas baru di daerah Cikidang. Setelah melalui pekerjaan persiapan, penambangan dan perbaikan pabrik pengolahan, produksi pun dimulai pada pertengahan tahun 1997.

Hasil Produksi
Pabrik pengolahan batu bijih terletak di desa Pasir Gombong yang berjarak sekitar 5 km dari kantor Aneka Tambang Cikotok. Batu bijih yang dibawa dari tambang diolah melalui lima tahapan, yakni pra olahan, dimana bijih besi digerus dan digiling halus oleh mesin penggiling berputar berukuran raksasa yang di dalamnya dimasukkan peluru penggiling. Sesudah halus, lalu ke tahap sianidasi yaitu pelarutan logam Au dan Ag dalam media larutan sianida, kemudian disaring melalui proses filtrasi dengan beberapa bak penampung dengan ukuran yang tidak kalah besar. Tahap akhir adalah presipitat. Presipitat yang mengandung emas dan perak yang dikonsentrasi akan dibawa ke tempat pemurnian logam mulia. Jangan dibayangkan emas yang dihasilkan berupa butiran-butiran emas seperti yang kita kira, melainkan berupa serbuk-serbuk emas yang dikumpulkan di laboratorium. Melalui proses kimia, butiran-butiran halus emas tersebut dapat menyatu dan terakumulasi. Kebutuhan air dalam pemrosesan bijih emas dipasok dari sungai Cimadur yang mengalir di belakang pabrik. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan listrik baik bagi pabrik maupun perumahan di sekitar desa Pasir Gombong diperoleh dari PLTA Pasir Gombong.

Fungsi Sosial
Dari gambaran di atas, mungkin terbayang bagaimana sulitnya akses jalan untuk dapat sampai ke Cikotok dengan keterbatasan infrastruktur yang ada ketika itu. Tetapi dengan adanya jalur kereta api merupakan transportasi utama yang membuka hubungan lalu lintas manusia dan barang dengan daerah luar. Dengan adanya pertambangan di daerah terpencil dan tergolong tidak subur ini berdampak besar kepada kemajuan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat dan membantu perkembangan daerah sekitarnya. Pihak tambang pun menyediakan fasilitas-fasilitas perusahaan bukan hanya untuk kepentingan karyawan tambang, tetapi juga untuk masyarakat umum sekitarnya, seperti fasilitas kesehatan perusahaan yang ketika itu memiliki rumah sakit dengan peralatan terbaik di Banten Selatan lengkap dengan tenaga dokter terlatih. Termasuk aliran listrik untuk keperluan rumah dan persediaan air bersih serta instalasinya, semua diberikan secara cuma-cuma oleh perusahaan.
Perusahaan tambang emas Cikotok menjadi pionir pembukaan jalur darat satu-satunya sepanjang 50 km ke arah Banten Selatan yang menghubungkan Cikotok, Bayah dan Malingping yang merupakan urat nadi perekonomian daerah di Selatan Banten. Sejak akhir tahun 1965, perusahaan membuka jalur transportasi darat dengan menggunakan bus perusahaan sepanjang 120 km yang menghubungkan antara Cikotok dengan Sukabumi.

Masa Depan Cikotok
Saat ini kekayaan bumi Cikotok sudah mulai menipis, sehingga tambang Cikotok memasuki periode yang diistilahkan sebagai masa pasca tambang karena kadar emas yang diperoleh dari bijih emas sudah menurun. Satu persatu peralatan produksi sudah mulai dibongkar untuk dikurangi, seperti Lori Kabelbaan, yaitu pengangkut batu bijih ke pabrik pengolahan Pasir Gombong sudah diamankan, selain pertimbangan faktor keselamatan juga untuk mengamankannya dari tindakan pencurian kabel dan besi-besi tua. Pengangkutan batu bijih dari tambang Cikidang ke pabrik pengolahan di desa Pasir Gombong saat ini cukup dilakukan dengan truk-truk pengangkut.

Cikotok dan wilayah tambang di sekitarnya mungkin sudah tidak bernilai ekonomis tinggi lagi. Tetapi Cikotok sesungguhnya baru memasuki babak baru dari sebuah episode panjang perjalanan sebuah wilayah yang dahulunya bukan apa-apa, lalu menjadi sebuah daerah terbuka yang kaya, kemudian perlahan-lahan menurun seiring berkurangnya deposit mineral berharga di dalamnya. Banyak potensi besar yang menanti untuk dikembangkan untuk membuka lembaran baru sejarah sebuah kota emas.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

kereeeeeen bang
saya lahir n gede di pasir gombong tuh deket PLTAnya