Jumat, 22 Mei 2009

SELAYANG PANDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT CISUNGSANG



A. KEADAAN GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS
Masyarakat Adat Cisungsang terletak di kaki Gunung Halimun, yang dikelilingi oleh 4 (Empat) desa adat lainnya yaitu Desa Cicarucub, Bayah, Citorek, dan Cipta Gelar. Masyarakat Adat Cisungsang berkedudukan di Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak. Untuk menuju ke Masyarakat Adat Cisungsang memerlukan waktu 5 jam dari kota Rangkasbitung Kab. Lebak dan dari Kota Serang - Ibu Kota Provinsi Banten dengan jarak tempuh ± 200 Km. Kondisi jalan menuju Masyarakat Adat Cisungsang cukup baik dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat.
Wilayah Masyarakat Adat Cisungsang memiliki luas ± 2.800 km2 dengan jumlah penganut adat Cisungsang 11.000 jiwa dan ini tersebar di kota-kota di Indonesia.
Nama Masyarakat Adat Cisungsang pada awalnya berasal dari nama salah satu sungai yang mengalir dari Talaga Sangga Buana. Talaga ini mengalir ke 9 (sembilan) sungai yaitu Sungai Cimadur, Ciater, Cikidang, Cisono, Ciberang, Cidurian, Cicatih, Cisimeut, dan Cisungsang.

B. KEBUDAYAAN MASYARAKAT ADAT CISUNGSANG
1. Bahasa
Bahasa daerah yang digunakan Masyarakat Adat Cisungsang yaitu Bahasa Sunda.
2. Organisasi Sosial
2.1. Sistem pemerintahan menganut 3 sistem, yaitu : sistem pemerintahan negara, sistem kasepuhan/hukum adat, dan sistem agama /hukum Islam.
2.2. Masyarakat Adat Cisungsang terdiri dari 11 (sebelas) Rukun Tetangga (RT) dan 9 (sembilan) Rukun Kampung (RK) yaitu terdiri dari Kampung Cipayung, Lembur Gede, Pasir Kapundang, Babakan, Sela Kopi, Pasir Pilar, Gunung Bongkok, Suka Mulya, dan Bojong.
2.3. Masyarakat Adat Cisungsang dipimpin oleh seorang Kepala Adat, yang penunjukannya melalui proses wangsit dari karuhun. Kepemimpinan ini telah terjadi 4 generasi yaitu generasi pertama oleh Embah Buyut yang berusia ± 350 tahun, generasi kedua oleh Uyut Sakrim berusia ± 250 tahun, generasi ketiga oleh Olot Sardani berusia ± 126 tahun dan generasi keempat oleh Abah Usep yang sekarang berusia 38 tahun, dimana beliau mulai memegang tampuk pimpinan pada usia 19 tahun. Abah Usep ini selain menjadi kepala adat beliau mempunyai keahlian di bidang supranatural yaitu bisa membaca pikiran orang,
Dalam menjalankan pemerintahannya Abah Usep dibantu oleh 87 Rendangan artinya orang yang ditunjuk secara turun temurun yang merupakan perwakilan dari kepala adat.
2.4. Hubungan kekeluargaan menganut sistem Patrilineal / mengikuti garis keturunan dari Bapak.
3. Mata pencaharian
Warga Desa Cisungsang sebagian besar bertani dan berdagang, namun setelah dipimpin oleh Abah Usep, anak muda Desa Ciungsang sebagian besar menjadi pekerja buruh ke kota-kota terutama ke Jakarta dan Sukabumi.
4. Peralatan Hidup dan Teknologi
Masyarakat Adat Cisungsang sudah mengenal teknologi ditandai dengan adanya penerangan listrik, bentuk rumah yang sudah mengikuti perkembangan, bertani sudah menggunakan alat-alat yang modern dan media elektronik sudah ada seperti TV, Radio, Tape Recorder, Telephon dan Satelit. Tetapi bentuk rumah yang sebenarnya adalah rumah kayu berbentuk panggung dan untuk memasak masih menggunakan tungku (hawu) dan diatasnya terdapat tempat untuk menyimpan alat-alat dapur disebut Paraseuneu.
5. Religi / Kepercayaan
Masyarakat Adat Cisungsang menganut Agama Islam dan Hukum Adat, dalam perkembangan kehidupan sehari hari mereka juga menggunakan Syariat Islam salah satu contoh mereka biasa melakukan shalat. Namun sebagian besar lebih percaya atau lebih meyakini pada hukum adat. Mereka lebih percaya dengan adanya wangsit dari karuhun melalui Kepala Adat (Abah Usep), jadi segala sesuatu ditentukan oleh Abah Usep misalnya jika Abah tidak menghendaki sesuatu atau yang tidak diharapkan akan terjadi akibatnya yaitu berupa sering menderita sakit, usaha selalu rugi/gagal, rumah tangganya berantakan dan sampai ada yang meninggal dunia secara tiba-tiba. Karena lebih meyakini hukum adat maka masyarakat adat Cisungsang sangat menjaga dan mematuhi larangan-larangan dan kewajiban dari kepala adat karena mereka yakin akan terjadi sesuatu (kualat) jika melanggar, tapi jika kepala adat menghendaki akibat itu tidak terjadi maka masyarakat adat Cisungsang harus melakukan Lukun (Pengakuan Dosa).
Lukun ini terbagi kedalam 3 (tiga) tahapan sesuai dengan perbuatan/dosa-dosa yang melanggar hukum adat diantaranya :
1. Lukun Lima (5) yaitu jika seseorang melakukan perbuatan/dosa kecil cara yang harus dilakukan adalah menyembah Kepala Adat/Abah sebanyak lima kali disertai dengan doa-doa.
2. Lukun Tujuh (7) yaitu seseorang melakukan dosa sedang cara yang dilakukan menyembah Kepala Adat /Abah sebanyak tujuh kali disertai doa-doa.
3. Lukun Salapan (9) yaitu seseorang yang melakukan perbuatan melanggar hukum adat yang sudah parah seseorang ini akan menyerahkan diri sampai berani dibunuh dan biasanya sampai meninggal dunia kalau tidak segera melakukan lukun salapan.
6. Pengetahuan
Masyarakat Adat Cisungsang rata-rata berpendidikan sampai SD tapi ada juga beberapa yang sudah sarjana.
7. Kesenian
Kesenian yang berkembang di Masyarakat Adat Cisungsang adalah:
1. Angklung buhun
2. Dogdog lojor
3. Sisindiran/pantun
4. Ngagondang
5. Wayang golek
6. Ujungan, terdiri dari Hoe ageung,Hoe alit dan Golok
7. Silat baster diiringi pencak silat tarik kolot
8. Rengkong
9. Celempung, yaitu alat musik dari bambu yang dimainkan dengan cara dipukul dengan telapak tangan
10. Karinding
11. Betok, yaitu Bass dari bambu yang dimainkan dengan cara ditiup
Pakaian adat masyarakat adat Cisungsang adalah Pakaian dengan 2 warna Hitam dan Putih (Hideung Bodas) mengandung arti yaitu hideung yang berasal dari kata hideng yang berarti cerdas, cepat mengerti. Sedangkan bodas artinya putih bersih, suci jadi harus mempunyai hati yang bersih.
Penyajian Angklung buhun:
Angklung buhun terdiri 12 orang dan dibagi kedalam 2 regu, masing – masing regu terdiri dari 6 orang yaitu 2 pemain dogdog dan 4 pemain angklung.
Uraian penyajian ;
1. Bubuka
2. Lagu-lagu angklung
3. Ngadu angklung
4. Penutup
5. Gerakan dari angklung buhun yaitu 2 langkah kedepan dan 1 langkah kebelakang yang artinya mawas diri atau setiap melakukan pekerjaan jangan selalu melihat kedepan harus sekali-kali melihat kebelakang.
6. Angklung buhun ditampilkan setiap mengadakan upacara-upacara adat sedikitnya 4 kali dalam setahun.
Contoh lagu-lagu Sisindiran dalam Angklung buhun :
- Patromak mah nu geulis, lampu patromak
Patromak mah si Bapa peupeus kacana
Ngahormat mah geuningan abdi ngahormat
Ngahormat ti Abdi kasadayana, geuningan kasadayana….

- Sanes hideung mah nu gede ku bajuna
Hideung soteh si Nyai ku calanana
Sanes nineung si Bapa mah ku lucuna
Nineung soteh ka Abdi sok ku belana, geuningan sok kubelana….

- Tong ka leuweung nu geulis sok seuur sireum
Ka cai mah si Nyai geura mandikeun
Tong ka deungeun nu geulis sok Abdi nineung
Pasini jeung Abdi geura jadikeun, Silanglai…. Sidulaela…..

C. RITUAL-RITUAL DI MASYARAKAT ADAT CISUNGSANG
Masyarakat Adat Cisungsang sangat percaya dengan hukum adat, hukum adat ini merupakan perwujudan amanat-amanat leluhur dari sekelompok suku/rakyat yang hidup turun temurun untuk kemudian dijadikan pedoman dalam memutuskan sikap hidup. Dalam hal ini Masyarakat Adat Cisungsang memiliki pandangan hidup yang sangat terikat serta patuh terhadap peraturan hukum adatnya yang berlaku secara turun temurun.
Masyarakat Adat Cisungsang sangat mengagungkan Padi (pare)/ Saripohaci/ Dewi Sri, dengan keyakinan bahwa padi ini sebagai sumber kehidupan mereka maka masyarakat ini selalu mengadakan upacara-upacara/ritual-ritual untuk mengagungkan padi diantaranya dari menanam padi sampai menyimpan padi harus mengadakan selamatan yang disebut dengan Ngamumule Pare (memelihara padi).
Rangkaian Ritual dalam rangka Ngamumule Pare :
1. Nibakeun Sri ka Bumi;
2. Ngamitkeun Sri ti Bumi;
3. Ngunjal;
4. Rasul Pare di Leuit;
5. Seren Taun
1. Nibakeun Sri ka Bumi, yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat akan menyebar benih dan waktu dari menyebar sampai menuai benih selama 45 s/d 50 hari. Kegiatan ini diawali dengan mengadakan upacara selamatan yang dilakukan dirumah kasepuhan dan diawali dengan acara doa bersama, dilanjutkan dengan makan bersama dan mengadakan hiburan. Kesenian yang ditampilkan adalah Angklung buhun dan Dogdog lojor. Kegiatan ini dilakukan dari pagi hari sampai dengan siang hari.
2. Ngamitkeun Sri ti Bumi, yaitu kegiatan yang dilakukan sebelum memetik atau menuai hasil panen yang diawali dengan upacara selamatan yang dilakukan dirumah kasepuhan dan diawali acara doa bersama, dilanjutkan dengan makan bersama dan hiburan dengan menampilkan Angklung buhun dan Dogdog lojor. Kegiatannya dilakukan pagi hari sampai siang hari.
3. Ngunjal, yaitu kegiatan penyimpanan padi ke lumbung (leuit) setelah dikeringkan/dilantayan. Kegiatan ini diawali dengan acara selamatan (doa bersama) dengan menyediakan tumpeng dan diiringi tetabuhan dogdog lojor dan rengkong.
4. Rasul Pare di Leuit, yaitu mempersembahkan tumpeng rasul dan bebakak ayam jantan berwarna kuning keemasan. Kegiatan ini dilaksanakan dan dipimpin oleh ketua adat yang didampingi 7 (tujuh) orang pake pake kolot (tujuh orang tua yang diambil berdasarkan garis keturunan).
5. Seren Taun, yaitu upacara mulasara pare di leuit (menyimpan padi ke lumbung) dilakukan setiap tahun yang jatuh di bulan Juli dan untuk tahun berikutnya maju 10 (sepuluh hari) dari tahun sebelumnya. Kegiatan seren taun ini berlangsung selama 7 (tujuh) malam. Ada 3 (tiga) kegiatan pokok yang tidak boleh dilewatkan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Hari Jumat malam Sabtu wajib menampilkan kesenian tradisional pantun;
b. Hari Minggu jam 14.00 WIB, kirim doa ka karuhun (leluhur) yaitu suatu acara yang bersifat sakral dan wajib dilakukan.
c. Hari Senin jam 12.00 WIB, Rasul Seren Taun yakni kirim doa kepada Yang Maha Kuasa yang dipimpin oleh Abah (ketua adat) yang wajib diikuti oleh seluruh perwakilan adat/rendangan kasepuhan Cisungsang.
Selain Upacara Ngamumule pare di Desa Cisungsang ada beberapa upacara adat lainnya yaitu:
a. Acara Bulan purnama yaitu acara adat yang dilaksanakan 12 kali dalam setahun setiap tanggal 14 pada waktu bulan purnama, dilakukan dengan menggunakan bacaan Jangjawokan, menurut beberapa adat jangjawokan ini ada yang bisa diinformasikan kepada orang tertentu, ada yang tidak bisa diinformasikan kepada orang lain.
b. Acara Ngukus di Pandaringan adalah acara dimana setiap Minggu malam Senin dan Rabu malam Kamis mengadakan Pedupaan di setiap rumah.
c. Acara Prah Prahan, dilaksanakan Hari Jumat pertama bulan Muharam, dimana seluruh masyarakat adat membawa Sawen, bubur beureum (bubur merah), bubur bodas (bubur putih) yang dikumpulkan dirumah ketua adat untuk diberi doa/mantera (jangjawokan) yang dipimpin langsung oleh ketua adat. Selanjutnya dibawa lagi ke rumah masing-masing masyarakat adat untuk segera ditempelkan dilawang panto (diatas pintu). Isi Sawen berupa :
• Daun Hanjuang;
• Daun Tulak Tanggul;
• Sulangkar;
• Daun Darangdan;
• Daun Ilat;
• Daun Rane;
• Daun Palias;
• Pacing;
• Lempah Bodas (Bubur Putih);
d. Acara Rasul Mulud adalah acara yang wajib dilakukan pada bulan Mulud dan dilaksanakan pada hari Senin atau Kamis setelah tanggal 14 (empat belas) pada bulan tersebut.
e. Acara Rasul Ruwah adalah acara yang wajib dilakukan pada bulan Ruwah dan dilaksanakan pada hari Senin atau Kamis setelah tanggal 14 (empat belas) pada bulan tersebut.
f. Acara Nyebor , kegiatan ini merupakan lanjutan dari prah prahan yaitu suatu kegiatan dimana para bayi yang lahir pada tahun tersebut untuk di simur/nyimur. Acara simur ini dilakukan oleh petugas khusus yang dinamakan Tukang Rorok.

Pencatat : - Ucu

- Yedi Rusyadi

Tidak ada komentar: